ISTIMEWA |
“Mas,
sudah makan?”, perempuan satu. Entah siapa namanya. Sesaat duduk di ruang baru
perkuliahan. Aku diam tak menjawab.
***
Seorang
perempuan menyodorkan permen Kiss warna merah saat aku asyik membaca buku di
perpustakaan kota. Aku tak mengenalnya. “Boleh kenalan?”, tulis perempuan dua
di kertas kecil setelah permen yang ditawarkannya tidak kuambil. Aku pergi.
***
“Yang
dingin yang dingin...”, suara penjual asongan di atas bus kota. Memang panas
kurasakan. Jalanan kota macet. Isi bus hampir membeludak. Tubuhku tampak gerah.
Keringat mulai mengalir di pipipku. Tiba-tiba seorang perempuan memberiku tisu.
“Trimakasih”, ucapku.
“Mas
mau kemana?”, tanya perempuan tiga yang memberiku tisu itu.
Aku
diam.
***
Ini
hari apa? Tanyaku dalam hati. Tanggal berapa? Kulihat tanggalan. Ah, percuma.
Yang terpajang adalah tanggalan tiga tahun yang lalu. Aku tak ingat tanggal dan
hari, hari ini. Sepertinya, aku baru tadi malam dilahirkan, langsung besar,
bisa berjalanan, dan bisa membaca buku lagi! Bukankah ini keajaiban?
Tidak,
aku tidak dilahirkan tadi malam. Itu tak mungkin. Kurebahkan dulu tubuhku di
atas kasur apartemen yang kusewa ini. Aku renungi kejadian aneh apa lagi ini.
Mengapa aku tak bisa mengingat kejadian dua hari yang lalu. Aku pusing. Ruangan
jadi gelap.
***
Aku
perpindah tempat. Ke sebuah ruang tak bertepi. Udaranya sejuk. Padahal tak ada
AC, kipas, tumbuhan, hembusan angin. Sebuah kasur terbuat dari bulu, entah bulu
apa pula. Sangat lembut.
“Ternyata
sudah bangun Tuan Muda”, perempuan yang aduhai betapa aku tak mampu
menggambarkan keelokan wajahnya.
“Anda
siapa?”, tanyaku gemetar. Aku gemetar bukan karna takut bahwa dia adalah
siluman, tapi kecantikannya itu yang tak bisa membuatku bergerak banyak. Hampir
saja aku kencing dicelana.
“Tenangkan
pikiran Anda Tuan Muda...”, waaah... sangat lembut sekali kudengar kata demi
kata darinya. Dimana sebenarnya aku ini.
“Sebentar
lagi teman-temanku akan kesini untuk menemanimu Tuan Muda. Anda berada di
surga”
“Apa!!!??
Aku di surga! Tidak mungkin! Ini mimpi bukan?”
Tiba-tiba
79 perempuan dengan baju berwarna-warni yang kecantikannya tiada kutemukan
sebelumnya menuju kepadaku. Jantungku berdetak kencang. Apakah iya ini memang
benar-benar surga? Kenapa tiba-tiba saja aku di dalamnya? Kemana si Malaikat
Ridwan itu? Tertidurkah dia? Atau juga terhibur oleh perempuan-perempuan
semacam yang kulihat ini? Ah, tak mungkin sekali.
Tuan
Muda ingin apa? 80 perempuan satu persatu secara bergiliran menanyakannya
padaku. Aku terpukau. Kusebutkan saja asal ucap usai mereka bertanya dengan
soal yang sama. Betapa terkejutnya aku. Belum sedetik aku selesai menjawab, apa
yang kuinginkan tiba-tiba sudah muncul di hadapanku. Begitu seterusnya hingga
78 pertanyaan terlewati.
Sesampainya
pada perempuan ke-79, aku memintanya untuk selalu mendampingiku kemanapun aku
pergi. Dia mengangguk, pertanda terjawab sudah pertanyaannya. Dan yang
terakhir, perempuan yang ke-80, aku memintanya agar aku dikembalikan ke bumi.
Sebab bumi belum kiamat. Tak mungkin aku melampaui manusia-manusia lainnya
sekalipun nantinya jika sudah saat penebusan, aku tak tahu akan tinggal di
surga lagi atau di neraka.
***
Aku
terbangun dari tidurku. Aku ingat bahwa 2-3 hari yang lalu, aku berada di
surga. Lalu aku dikembalikan ke bumi ini. Lalu, mana perempuan ke-79 itu? Aku
juga tidak tahu namanya. Tadi pagi sebelum aku berangkat kuliah, dia masih ada
disini. Aku berjalan ke ruang makan. Kutemukan makanan siap santap di atas
meja. Tapi, siapa yang memasak? Oh ya perempuan itu. Mana dia? Aku mencarinya
ke seluruh ruang di apartemenku. Kubuka almari, kucari di bawah kasur, kamar
mandi, atap apartemen, tidak ada! Kemana dia pergi? Saat aku keluar dari
apartemen, pintu kukunci dari luar dan tak ada kunci ganda.
Aku
sudah kelelahan mencarinya. Aku kembali ke ruang makan. Meminum segelas air
yang sudah tersedia. Lalu kulanjutkan makan. Aku sangat lahap. Benar-benar
kelaparan aku kali ini. Di tengah-tengah aku makan, aku teringat tiga perempuan
yang tadi ketemui di tempat yang berbeda. Ketiga-tiganya memakai cadar, tapi
alis mereka sama dan aku pernah melihat bentuk alis seperti itu. Astaga! Itu
adalah perempuan yang ikut aku dari surga.
Terakhir
aku bertemu dia di atas bus kota. Tapi dia tidak turut serta turun. Kemana dia
pergi? Adakah dia membawa uang? Aneh. Mengapa dia bisa keluar dari apartemen
ini? Tiba-tiba ruangan menjadi gelap kembali.
Kepanjen, 19 Februari 2014
M.Roihan Rikza, Kader PMII Malang
0 comments:
Posting Komentar