Minggu, 31 Januari 2021

RAKER ESA, SIAP MENJALANKAN KENDARAAN ORGANISASI

Foto: Sesi presentasi dan tanya jawab Academic Devision yang berjalan alot. (Dik/Lentera)


ESA (English Student Association) berhasil menyelenggarakan Rapat Kerja peride 2021-2022. Kegiatan tersebut berjalan cukup alot. Meski hujan deras mengguyur di tengah kegiatan, tidak menyurutkan semangat 29 mahasiswa yang hadir, (30/1).

"Jadi tujuan diadakannya acara ini tujuannya merancang dan menyusun Program Kerja ESA periode 2021-2022. Para Pengurus harus paham mengenai betapa pentingnya suatu program kerja bagi keberlangsungan sebuah organisasi,” ungkap Ilham, chief of ESA.

Ilham mengungkapkan, Program Kerja ibarat sebuah kendaraan. Jika kendaraanya dalam keadaan baik, maka suatu organisasi akan mudah untuk mencapai tujuan.

Sebelum Rapat Kerja dimulai, Ilham menyampaikan AD ART ESA kepada para anggotanya. Harapanya dengan adanya AD ART ESA ini, bisa menjadi pijakan langkah ESA kedepanya.

Divisi ESA yang terdiri dari Academic Division, HRD Division, Social Division, dan Diplomatic Division mempresentasikan Program Kerja masing-masing dengan suasana yang cukup alot. Beberapa pengurus menyampaikan pendapatnya berupa masukan, sanggahan, sampai kritikan secara terus menerus.

Setelah kegiatan tersebut berakhir, seluruh pengurus meninjau kembali semua Program Kerja yang sudah mereka presentasikan. Rencananya hasil Rapat Kerja tersebut akan disampaikan di Musyawarah Besar bersama seluruh Organisasi Mahasiswa (Ormawa) di lingkup FKIP.

Kegiatan bertempat di Jembangan Coffee and Resto tersebut dihadiri langsung oleh Bapak Mutohhar, pembina ESA periode 2020-2021. Dengan adanya acara tersebut, diharapkan seluruh pengurus mampu memahami aturan-aturan yang tercantum di AD ART ESA.

Tak hanya sebatas memahami, seluruuh anggota juga dituntut mampu mengaplikasikannya dengan baik. Pengurus berharap bisa menjalankan seluruh program kerja ESA periode 2021-2022 secara maksimal. (Dik/Lentera)


Sabtu, 30 Januari 2021

SAFARI ALUMNI RAYON KHD, FORUM KHUSUS MENJALIN KEDEKATAN DENGAN SENIOR

Foto: Kehangatan yang terjalin antar kader ketika sesi bincang-bincang berlangsung. (Sya/Lentera)

PMII Rayon Ki Hadjar Dewantara (KHD) menyelenggarakan kegiatan Safari Alumni bertempat di Piji, Dawe, rumah Sahabat Sholikin, (28/1). Safari Alumni merupakan kegiatan untuk menjalin silaturrahim ke rumah para senior. 

Kegiatan tersebut dihadiri oleh pengurus Rayon KHD. Sebanyak 10 kader berkenan untuk mengikuti acara tersebut. Tujuan diselenggarakannya kegiatan rutin tersebut untuk membangun kedekatan emosional dengan para kader lintas periode.


Kegiatan tersebut berbarengan dengan hajat sahabat Sholikin. Dengan doa bersama kegiatan dimulai. Tujuannya agar dipermudah dalam segala aktivitasnya, termasuk kegiatan skripsi yang hampir selesai. Setelah itu dilanjutkan dengan bincang santai.


"Tujuan kita berkumpul pada saat ini adalah selain berdoa bersama, juga saling sharing tentang pengalaman kita sebelumnya. Yang kebetulan lebih dahulu belajar dan berproses di PMII, dan saya harapkan bisa menjadi pembelajaran untuk langkah rayon kedepanya," ungkap Sahabat Sholikin, Senior Rayon KHD. 


Selain itu Sahabat Luqman juga mengungkapkan, kegiatan tersebut harapannya tidak hanya sebagai agenda rutinan, melainkan bisa menjadi forum timbal balik curahan hati kita selama ini. Dikarenakan beberapa hari yang akan datang mungkin belum bisa selues sebelumnya, karena kesibukan masing-masing.


Pada pertengahan acara pengurus rayon KHD berhasil dibuat terharu oleh pernyataan tersebut.  Suasana menjadi hening karena seolah olah hari tersebut merupakan hari terakhir mereka bisa bertemu dalam satu forum. 


Selesai acara diskusi singkat tersebut, kemudian dilanjutkan dengan salat ashar berjamaah. Setelah itu, pengurus pun berpamitan dan pulang kerumah masing masing. Dengan harapan setelah hari itu mereka semakin yakin dalam berproses di PMII, khususnya Rayon Ki Hajar Dewantara. (Sya/Lentera)




Jumat, 29 Januari 2021

PELATIHAN ADMINISTRASI RAYON KHD, ADMINISTRASI BAIK ORGANISASI AKAN SEHAT

Foto: Sesi dokumentasi foto bersama seluruh peserta setelah kegiatan selesai. (Di/Lentera)

Kegiatan bertema ‘Tertib Beradministrasi dalam Perjalanan Organisasi’ diselenggarakan oleh PMII Rayon KHD. Kegiatan tersebut berhasil menarik perhatian anggota Rayon KHD sebanyak 25 peserta, (28/1).

"Jadi tujuan dari diadakannya kelas administrasi kali ini adalah membuka mata para anggota Rayon KHD. Para Kader harus paham mengenai betapa pentingnya administrasi bagi organisasi,” ungkap Sahabat Dika, Ketua Rayon KHD. 

Dika mengungkapkan, administrasi ibarat jantung daripada organisasi. Jadi ketika administrasinya baik maka organisasi tersebut akan sehat.

Kegiatan bertempat di Sekretariat baru Komisariat Sunan Muria tersebut menghadirkan bintang tamu Sahabat Faiz Fatwa. Faiz merupakan sekretaris I, PC PMII Kudus periode 2020/2021.

Pada akhir acara dimeriahkan dengan live music dari ‘Dewantara caustic’ yang berhasil memberikan penampilan terbaiknya. Semua sahabat sahabati merasa sangat terhibur dengan persembahan live music tersebut.

Setelah kegiatan tersebut berakhir, pengurus tidak mau peserta melupakannya begitu saja. Rencananya akan diadakan follow up dari acara tersebut. 

Follow up akan berisi tentang praktek membuat surat masuk untuk instansi tertentu. Contohnya bisa berupa surat undangan mapaba, RTAR,  pelantikan,  dsb. 

Surat yang telah dibuat akan direvisi langsung dari Ketua Rayon. Setelah itu, diharapkan semua peserta mampu memahami dan mengaplikasikan bagaimana aturan-aturan surat menyurat dalam PMII. (Di/Lentera)

Rabu, 27 Januari 2021

MENJADI MAHASISWA YANG MEMBOSANKAN

 

Sumber: www.tangerangnet.com/2019/09/pc-pmii-lebak-punya-agenda-tersendiri.html

Hay… assalamualaikum, pernah nggak kalian berfikir buat apa kita di sekolahin? Tidak ada orang baik selain orang tua kita. Hanya mereka yang tau kebutuhan kita. Merekalah yang paham masa depan kita, iya, masa depan yang dari awal sudah direncanakan dan diagung-agungkan.


Orang tua menaruh harapan besar pada kita. Mereka berharap agar kita menjadi orang yang lebih baik dari mereka.  Apapun kondisin mereka, percayalah meraka akan berusaha demi memperjuangkan pendidikan kita. Tanpa kita sadari, itu adalah warisan yang berharga.

Banyak pemuda ingin menempuh pendidikan setinggi-tingginya. Beruntunglah kalian yang mampu menikmati bangku kuliah. Karena hal tersebut mampu merubah pola fikir dan kehidupan kita, baik di dalam kampus maupun di masyarakat.

Di dalam kampus, mahasiswa yang miskin pura pura kaya karena situasi pergaulan. Sedangkan di masayarakat, mereka dianggap orang yang sempurna dalam pendidikan. Mahasiswa dianggap serba tau, pemuda istimewa di lingkungannya.

Kita tau kuliah tidak hanya tentang nilai dan IPK belaka. Tujuan kuliah juga untuk meningkatkan wawasan, pemahaman, dan skill. Kuliah bagaikan membeli situasi, situasi yang mendorong kita untuk melakukan hal tersebut.

Orang-orang menganggap mahasiswa terbagi menjadi beberapa tipe. Mereka adalah mahasiswa organisatoris, akademis, dan aktivis. Semuanya sama saja, sama-sama menyedihkan. Karena seberapa mentereng prestasi, pengalaman organisasi, atau aktivitas advokasi yang ada di CV yang kamu buat, pada akhirnya kamu akan tetap menjual diri di pasar kerja. 

Etsss, jangan gagal faham dulu. Ada hal menarik yang perlu kita bahas, mengingat status kita sebagai mahasiswa. Kalau boleh tau, apakah di kampus kalian menghabiskan waktu sebagai mahasiswa akademisi yang fokus dengan kuliah? Atau sebagai formalitas semata, kuliah, pulang, dan pacaran? Atau mahasiswa organisator, mungkin juga sebagai mahasiswa aktifis?

Entah kenapa sampai sekarang saya masih gagal paham kenapa banyak sekali orang memperdebatkan pertanyaan konyol tersebut. Maksud saya, kenapa sih orang-orang suka sekali membanding-bandingkan, dan merasa label yang satu lebih bagus dari yang lainnya?

Mahasiswa yang pro akademik biasanya akan menjadi Aslab (asisten laboratorium) dan  Asdos (Asisten dosen). Mereka lebih senang mengglorifikasi pentingnya mengoleksi nilai A semasa kuliah. Bagi mereka, yang bilang IPK nggak penting itu terlalu malas, jika tidak mau dibilang bego.

Lagian, nilai bagus adalah bukti kalau kita serius dan bertanggung jawab dengan kewajiban menuntut ilmu. Mereka lalu melancarkan pukulan seperti petinju dengan mengatakan “Organisasi buat apa, hah??? Toh kalau IPKmu kecil, boro-boro skillmu dicari di dunia kerja, melamar pekerjaan dengan syarat IPK minimal 3 aja nggak akan bisa!” Mamam noh organisasi.

Mahasiswa organisatoris so called pejabat kampus, mereka senang sekali mengagung-agungkan skill kepemimpinan, komunikasi, dan sosial. Menurut mereka (biasanya sambil mengutip artikel tentang 20 skill yang dibutuhkan perusahaan di dunia kerja) jauh lebih penting dari sekadar mengejar nilai semata.

Kuliah memang nggak hanya nilai T di akedemisi, nggak hanya diajari tentang teori dan pratikum mata kuliah. Sebagai oraganisator, kita dididik untuk menjamin diri sendiri setelah menjadi mahasiswa. Tentang pengalaman, leadership, track record relasi didapatan selama jadi mahasiswa organisator. Meskipun pada kenyataannya hal tersebut banyak sekali menyita pikiran, tenaga, waktu, dan bahkan uang.

Di sebrang jalan, mahasiswa aktivis biasanya mengacungkan jari tengah kepada keduanya. Lalu bilang kalau mahasiswa organisatoris dan akademis ini hanya sekelompok orang egois. Mahasiswa yang lupa akan tugas mereka.

Halo Bung dan Nona, Mahasiswa itu harusnya memikirkan rakyat! Ngapain jadi pejabat kampus? Apa itu pejabat kampus? Humasnya rektorat? Bung dan Nona mengaku seorang akademisi, tapi hanya mencari ilmu untuk dirinya sendiri? Apakah anda merasa terlalu tinggi untuk berguling di lumpur bersama rakyat? “Eh mau ngapain juga guling-guling di lumpur,” egois kalian semua itu!

Ilmu yang diperoleh selama belajar di universitas harusnya disebarkan kepada masyarakat kecil yang tidak sempat mengecap pendidikan. Bukannya malah dipakai memperkaya diri sendiri dengan memilih hidup nyaman dan kerja di korporasi. 

“Sekali-kali keluar dong ke jalan! Ilmu nggak cuman bisa di dapatkan di kelas!” Ungkapan yang biasanya dilontarkan mahasiswa aktivis keitka demo. Sementara itu, mahasiswa yang selama kuliahnya cuma kuliah, pulang, ngewibu, dan ketiduran, menonton keributan mereka sambil makan pop corn.

Kenapa saya bilang membanding-bandingkan, dan mencari kegiatan mana yang lebih baik dilakukan di kampus itu konyol. Ya, karena sebenarnya saya tahu kalau mereka itu aslinya sama-sama aja. Sama-sama menghabiskan waktu kuliah dengan cara menyedihkan. 

Begini, saya bisa jelaskan. Mahasiswa organisatoris atau pejabat kampus menghabiskan waktu kuliah mereka dengan menggarap berbagai program kerja. Mulai dari acara pengembangan semacam diskusi, workshop, dan seminar, sampai acara  senang-senang.
Dalam setahun, kegiatan yang mereka lakukan bisa banyak sekali lho (Supaya bisa minta banyak uang ke rektorat yang pelit, tentu saja). Selama masa kerja itu, mereka harus mau rapat kepanitiaan sampai malam, begadang membuat TOR dan rundown, membuat desain gratisan, hingga wara-wiri ke sana kemari mencari sponsorship.

Lah… ini kan namanya kerja gratisan. Lebih parah dari perburuhan, karena nggak pernah dapat upah. Terus kenapa dong kalian begitu bangga dengan perbudakan modern semacam ini. Eitsss, Yang akademisi jangan ketawa dulu.

Menjadi seorang Aslab/Asdos/Asprak/Aspirin atau apa pun lah itu namanya mungkin terdengar keren. Kamu juga akan banyak dicemburui teman-temanmu karena menjalin hubungan yang sangat dekat dengan dosen sampai-sampai disebut “Anak kesayangan dosen”.

Tapi, kamu tahu sendiri bahwa kamu sebenarnya juga jadi korban perbudakan di jurusan atau prodi. Dan yang lebih mengerikan, kamu bahkan nggak bisa bilang “Tidak” saat diberikan tugas, karena sangat sungkan.

Kenapa sih harus memperlakukan dosen seperti itu? Apa yang ingin kalian tunjukan sampai-sampai mau-maunya melakukan pekerjaan-pekerjaan yang harusnya bisa dilakukan dosen itu sendiri? Kalian sadar nggak kalau kalian tuh dimanfaatkan?
Dosen-dosen nggak melihat kamu secara setara. Mereka lebih berpikir kalau waktu mereka lebih penting, sementara kamu nggak. Makanya pekerjaan mereka kamu yang melakukan, jadi mereka bisa gosip haha hihi ketika jelas-jelas sebenarnya kamu juga punya banyak tugas lain sebagai mahasiswa. Lalu, diperlakukan seperti itu kamu masih bangga?

Terakhir,  mahasiswa aktivis yang mengaku paling peduli dengan rakyat dan kaum yang tertinggal , padahal dirinya sendiri meninggalkan terlalu banyak urusan kampus sampai kuliahnya kedodoran.

Abai pada kampus itu bertentangan dengan amanat rakyat lho. Yang membayar kuliahmu sekian persennya subsidi dari rakyat kan? Kalau kamu terlalu lama di kampus, artinya uang UKTmu yang mahal itu, yang sebagian dari keringat rakyat yang bercucuran itu, dibiarkan menguap begitu saja.

Memang tidak salah jika tidak lulus cepat dan lebih banyak menghabiskan waktu sebat di jalan tidak merugikan orang lain. Tapi, omong kosong jadinya dengan perjuangan yang kamu koar-koarkan, ketika kamu sendiri masih terbelenggu dengan beban kuliah sekian SKS dan skripsi yang tidak pernah kamu jamah lagi.

Kita sebenarnya boleh saja jadi organisatoris, akademis, aktivis, atau jadi tiga-tiganya sekalian. Tapi merasa lebih superior dan mendiskreditkan mahasiswa lain hanya karena memilih jalan yang berbeda adalah hal yang sangat konyol. Apa pun yang kamu lakukan untuk menghabiskan waktu saat menjadi mahasiswa, pada akhirnya kamu akan tetap menjual diri di pasar kerja.

Jika tujuannya hanya pamer, ingin menunjukan kalau “Aku menghabiskan waktu kuliahku dengan lebih berfaedah dari kamu,”seberapa mentereng prestasi, pengalaman organisasi, atau aktivitas advokasi yang ada di CV mu, sama saja tidak ada gunanya.
Itu kan yang ada di kepalamu? Ingatlah, jika kamu benar-benar kuliah untuk tujuan sebenar-benarnya pendidikan, kamu nggak akan sibuk dengan nyinyir apa yang dilakukan oleh mahasiswa lain.

Jika kamu benar-benar belajar saat menjadi mahasiswa, kamu akan lebih banyak berpikir, membaca, berdiskusi, melakukan gerakan-gerakan emansipasi, dan lebih peduli pada pemberdayaan masyarakat di akar rumput. Bukan malah sibuk memikirkan persaingan siapa yang lebih baik di antara mahasiswa satu dan yang lainnya untuk bisa diterima di dunia kerja.(*)
 

Artikel ditulis oleh:
Mohamad Rifa’i Abidin

BUKU 'MENJADI KADER PMII', DIKAJI DAN DIIMPLEMENTASIKAN

Foto: Suasana diskusi PMII Rayon Moh Hatta menkaji buku 'Menjadi Kader PMII' Karya Ahmad Hifni. (Regy/Lentera)


Sebanyak 24 peserta mengikuti diskusi buku ‘Menjadi Kader PMII’. Ahmad Hifni, penulis buku tersebut merupakan aktivis PMII dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Hifni aktif di dunia tulis menulis dan turut andil menjadi peneliti di Moderate Muslim Society (MMS).

Kegiatan yang diselenggarakan oleh Biro Keilmuan PMII Rayon Moh Hatta tersebut merupakan program diskusi rutin. Harapan awal diadakannya kegiatan diskusi adalah menjadi wadah bagi sahabat-sahabati untuk mencurahkan pikirannya dan melatih kemampuan public speaking

Apabila kegiatan dapat konsisten berjalan, pengurus yakin cara berpikir sahabat-sahabati PMII akan menjadi lebih tajam. Sahabat-sahabati akan mampu menyikapi suatu perbedaan dengan arif dan bijak. 

Kegiatan diskusi ini diselenggarakan secara tematik. Metode yang digunakan adalah membahas tiap-tiap bab dalam buku. Agenda selanjutnya akan diadakan dua minggu kemudian atau satu bulan dua kali.

“Hari ini merupakan kali kedua kegiatan dilaksanakan, membahas Bab II,PMII dan Keislaman. Pada pertemuan sebelumnya kami sudah membahas terkait sejarah Ke-PMII-an,” ungkap Rikza, pemantik kegiatan diskusi, (27/1).

Rikza mengungkapkan, garis besar dalam pembahasan diskusi kali ini terkait aswaja sebagai ideologi dan mahajul fikr wal harokah. Poin-poin lain yang turut dibahas seperti belajar dari pesantren dan bagaimana PMII dalam pergerakan tetap berpegang teguh pada ideologi aswaja tersebut.

Aswaja tidak hanya menjadi landasan ideologis dalam melakukan pergerakan saja. Tetapi, dalam melakukan apapun, kader PMII harus selalu berpegang pada aswaja dan prinsip-prinsip dasarnya yaitu tawasuth, tasamuh, tawazun dan i’tidal. (Eka/Lentera)


Minggu, 24 Januari 2021

PERDU BERDURI



"Tak bermaksud menyakiti, hanya membela diri. Tak peduli apapun, bisa terus hidup. Dibandingkan bunga, aku ingin Diajeng tumbuh seperti itu."




Pagi ini terasa sama. Hanya gelap. Namun tak sunyi.

Aku dapat mendengar suara degup jantungku sendiri, degup nyaman saat tak ada yang menarik. Serta suara lembut Ibu yang bicara berita masa kini. Juga suara sendok teh dan gelas keramik yang beradu mengiringi aroma kopi milik Bapak yang selalu membuatku menebak seperti apa bentuk kepulan asapnya di setiap pagi. 

Ya, Pagiku selalu seru. Apalagi jika dia datang.

"Assalamu'alaikum.."

"Waalaikumsalam.. Sinyo sudah datang? Masuk, Nyo.."

Ibuku kerap kali memanggilnya Sinyo, dan akupun begitu. Bukan, bukan dia tokoh dalam buku karya seorang penulis ulung. Hanya nama kecil yang diberikan Ibu padanya. Nyatanya ia hanya hasil silang Jawa-Sunda. Tak ada Belanda. Nama lahirnya Hari Bagaskara. Secerah namanya, sekali bercerita Ibu bilang kalau matanya berbinar dan senyumannya manis. Semanis gendhis, gula Jawa. Kulitnya pun begitu. Ibu bilang rambutnya kemerahan, hasil seharian penuh menemaniku di bawah terik. Pun kaki Sinyo juga panjang. Dia pasti begitu rupawan. Malang betul aku tak pernah melihat. 

Aku dan Sinyo sering berjalan kaki ke sekolah. Katanya, Sinyo tak terlalu tertarik berkendara. Hanya sesekali menunggang sepeda besi peninggalan Abahnya dengan aku berada di boncengan belakang sambil memeluk pinggang. Tentu semua itu hanya sebuah dalih karena sebuah permintaan, juga karena sebuah tragedi silam.

Pernah kubilang ingin mendengar suara pasir tersapu sol sepatu pada Sinyo. Dan sampai sekarang, hingga aku fasih dengan suaranya, Sinyo masih turut berjalan kaki menuntunku. Demi aku dapat mendengar apa yang ingin kudengar. 

Sudah mungkin sepuluh menit adanya? Aku berjalan dengan Sinyo yang senantiasa bergumam sebuah lagu, acap kali kudengar di radio atau televisi. Sesekali akan ada seseorang yang lewat menyapa,  atau sekadar menggoda Sinyo. Saat bosan Sinyo akan bergumam sembari menepuk pelan lenganku sesuai irama, atau paling tidak mengajakku bicara tentang banyak hal. Apapun, yang dia lihat saat menuntunku berjalan kaki. Parahnya, pantat kerbau berkerumun lalat pun sempat dibahasnya. 

Saat Sinyo mulai bicara hal aneh, baru aku yang mengajaknya bersua agar dia lupa. 

"Nyo, apakah disekitarku hanya ada pasir? Berisik betul bunyinya", tanyaku padanya.

"Tidak, Jeng… Sebuah tumbuhan yang kukagumi banyak tumbuh di sekitar kakimu."

Diajeng, panggilnya padaku. Tak mengerti kenapa dia memanggil begitu, kuiyakan karena nama itu bukan nama aneh yang sembarangan diberikan pada orang. 


Langkahku terhenti, Sinyo mengikuti. Aku merunduk meski tak dapat kulihat satupun. Apa Sinyo membawaku menginjak sebuah kebun bunga? Setega itukah dia? 

Semakin kuat pijakanku pada tanah, semakin penasaran pula dengan apa yang kuinjak. "Kau melewati kebun bunga yang mana satu, Nyo? Kupikir tak pernah ada kebun bunga disini."

Sinyo tertawa, kuat sekali. Berbalik arti dengan usapan lembutnya pada punggung tanganku. "Menurutmu, kau menginjak kebun bunga, Jeng? Begitu takutkah kau waktu menginjaknya?" 

Aku mengangguk. Sesuatu yang indah, bukan untuk disakiti. Orang seindah Sinyo, pastilah suka pada hal indah. Bukan perdu berduri bercampur ilalang. 


"Kalau yang kau injak adalah perdu berduri, apa Diajeng akan beralih?"

Tentu tidak. Tolakku dalam hati. Tak ada sayang saat kau injak perdu berduri, tak bisa disamakan. 

Kemudian Sinyo menarik tanganku kebawah, mengajakku bercangkung di antara ilalang. Gatal tak dapat kuelak, demi Sinyo kulakui. Sempat kurasakan telapak tanganku berbalik, setelahnya Sinyo meletakkan sesuatu di atasnya. "Jangan digenggam terlalu erat, Diajeng bisa terluka karenanya."

Saat telapak tanganku menutup, perlahan, masih berawal baik. Hanya terasa sebuah daun kecil terselip di antara jemari, batang kayu berserat kecil, banyak, bercabang-cabang juga terselip aroma rerumputan. Sinyo tak bersuara, tak jua menghalangi. Baru saat kulempar tiba-tiba, kudengar kekehan Sinyo begitu lantang. Denyutan di telapak tanganku terasa bersahutan. 

"Sungguh mengagumkan, bukan? Diajeng baru saja merasakannya." 

Telapak tanganku di angkat, Sinyo mengusapnya dengan amat lembut. Membuat rasa sakitnya membaur di antara hangat telapak tangan Sinyo. Hilang, begitu saja. 

"Kalau Diajeng pikir hanya bunga yang mampu dikagumi, perdu berduri akan dibuat iri", jelasnya. 

Perdu berduri, dia bilang? Sinyo kagum pada sesuatu yang tak seindah dirinya? Apa bisa aku percaya? 

"Diinjak pun, perdu tak bermaksud menyakiti, hanya membela diri. Tak peduli apapun, bisa terus hidup. Dibandingkan bunga, aku ingin Diajeng tumbuh seperti itu." 

Usapan hangat Sinyo beralih di rambutku, lembut sekali. Kalau bukan ladang perdu, mungkin aku mampu terlelap hanya bertumpu pundaknya. 

"Kuat, namun bersamaan Diajeng juga rapuh seperti seharusnya", tambahnya. 

"Aku tak perlu jadi perdu karena Sinyo, ada, dan akan terus menjagaku", jawabku padanya. Namun, tak lagi kudapatkan suara Sinyo menyambut. Ku harap Sinyo masih berkenan.

Yang ada hanya suara Seraja, peranakan China-Jawa. Anak baba Huang, pemilik toko kelontong. Muncul tiba-tiba di antara aku dan Sinyo adalah kegemarannya. Tak pernah aku tau seperti apa rupanya, dia tak pernah mau disentuh untuk melihat bagaimana pelik wajahnya. Kupikir dia takut bersaing dengan Sinyo. Suaranya indah kuakui, namun terlampau nyaring sekali. Sampai burung pipit di atas pohon randu pun mengepak terbang kesana kemari. 

"Har! Ndar! Sedang apa kalian berjongkok di belakang ilalang!? Mau kupanggil kan Pak modin sekalian? Cepat kemari! Tak rela aku kalau kalian berdua dikawinkan!", ujarnya bersungut-sungut dari depan gerbang.

Seraja selalu tau, bagaimana cara mengakhiri momen ku bersama Sinyo. Tapi aku bersyukur, karena tanpa sadar, Seraja yang menjagaku saat di suatu waktu tiba-tiba Sinyo menghilang. Hari, si Matahari di duniaku yang tak pernah mengenal terang, meninggalkan senja untuk dikenang sekaligus jadi penenang, Seraja Huang.(*)



Cerpen ditulis oleh:

Pramatya Sukarno Putri, perempuan nusantara kelahiran Kudus Juni 2001. Sekarang mengabdi untuk sebuah organisasi pengampu Purna Paskibraka. Penghayal akut yang menggemari buku-buku fiksi. Aktif menulis, namun masih berusaha menunjukkan karyanya pada dunia.


Jumat, 22 Januari 2021

Melampiaskan Emosi Melalui sebuah Tulisan

 


PMII Rayon Ki Hadjar Dewantara (KHD) sukses menyelenggarakan kegiatan yang bertajuk KHD Talk . Tema yang diambil adalah "Teruslah Menulis Sampai Kau Paham Arti Menulis"  . Kegiatan tersebut berhasil menarik perhatian para mahasiswa, bahkan di luar kader KHD sendiri. Sebanyak 12 peserta sangat antusias mengikuti kegiatan yang bertempat di sekertariat baru PMII Komisariat Sunan Muria,  (22/1).

"Seperti saya, tujuan saya menulis adalah untuk melampiaskan emosi yang saya rasakan. Oleh karena itu setiap saya merasakan sakit hati ataupun sedang bahagia, saya selalu menulis," ungkap Sahabati Amanda, Peserta dari Rayon KHD.

Amanda mengungkapkan, selain sebagai wadah ia berharap anggota mampu mengembangkan sendiri kemampuannya. Sehingga harapanya bisa membuka mata para generasi muda agar tidak malas menulis dan mengerti tujuan untuk menulis itu sendiri.

Acara KHD Talk tersebut menghadirkan bintang tamu dari Lentera PMII sunan muria. Sahabat Didik sebagai domisioner Ketua UKM Jurnalistik Pena Kampus periode 2019/2020 dan Sahabat Luqman sebagai Ketua Rayon KHD periode 2017/2018 .Keduanya merupakan tim redaksi dari Lentera PMII Sunan Muria.

Pada pertengahan acara, pengurus rayon Ki Hajar Dewantara  berhasil memberikan kejutan yang tak terduga kepada Sahabati Endang yang pada hari itu sedang berulang tahun. Endang berhasil mendapat prank dari pengurus dan peserta. Endang terharu hingga  pada akhirnya dia mengucapkan terima kasih kepada seluruh elemen yang terlibat.

Setelah kegiatan tersebut berakhir akan ada tindak lanjut dari pengurus. Rencananya akan diadakan follow up dari acara tersebut. Follow up berisi tentang praktek dan membuat karya dalam bentuk tulisan akan dilaksanakan setiap minggu. Contohnya bisa berupa cerpen, berita, artikel sampai opini.  

Tulisan yang dibuat akan direvisi langsung dari kedua pemateri tersebut. Setelah itu diharapkan tulisan dari mereka bisa di upload di blog Lentera PMII komisariat sunan muria, maupun di portal elektronik lainya. (Sya/Dik/Lentera)

Kamis, 21 Januari 2021

RTAR PERTAMA RAYON HUKUM DAN PSIKOLOGI

Foto: Mandataris terpilih Rayon Hukum dan Psikologi, Sahabati Fina Ulya Hidayati

Setelah lebih dari satu tahun sejak melakukan deklarasi, PMII Rayon Hukum dan Psikologi akhirnya melakukan RTAR yang pertama. Kegiatan tersebut berlangsung di Nashrul Ummah (14/1).

Dengan melihat situasi pandemi Covid-19 yang masih merebak, kegiatan dilakukan dengan menerapkan protokol kesehatan. Terlebih melihat pemberlakuan PPKM oleh pemerintah daerah, terhitung dari s.d. 25 Januari 2021.

Merupakam sebuah kemajuan besar bagi PMII Komisariat Sunan Muria, khususnya Rayon Hukum dan Psikologi. Pasalnya perjuangan untuk mencapai titik ini amatlah panjang. Terhitung sejak pendeklarasian Rayon sejak Juli 2019. 

Perekrutan anggota dan pengembangan kader terus digencarkan pada tiap periode. Namun, progres menjunjukkan tidak kunjung signifikan. Pada progres yang sedikit demi sedikit itulah, kini Rayon Hukum dan Psikologi sedikit lagi menjadi bagian dari PMII Komisariat Sunan Muria.
 
Sampai saat ini, jumlah kader dan anggota sebanyak 24 orang. Langkah selanjutnya yang harus dilakukan oleh mandataris terpilih adalah membentuk pengurus yang solid dan siap menghadapi tantangan kedepan. 

Segera seterlah terpilih, mandataris telah menentukan anggota pengurus. Hal ini telah mendapat persetujuan tim formatur, bahkan telah mendapat teken dari pengurus cabang dengan turunnya SK kepengurusan. 

Kini di bawah kepempinan baru Rayon Hukum dan Psikologi memiliki pekerjaan rumah yang banyak. Melakukan kaderisasi terhadap anggota hingga menjadi kader yang militan. Mewujudkan misi yang telah susun dengan baik agar mampu menjadi Rayon yang progresif dan prestisius. (Eka/Lentera)

Rabu, 20 Januari 2021

KOMPROMI KEDUA SISI

 

Ilustrasi Foto: Google
Sumber: https://id.pinterest.com/pin/846465692447010684/

Sekarang ini, kalau aku ditanya apa yang paling berharga dalam hidupku, dengan tidak ragu-ragu aku akan menjawab pengalaman. Tentu saja yang dimaksud pengalaman bukan hanya perihal liburan ke tempat yang lagi hits (Lagi trend atau banyak diketahui masyarakat umum) bersama teman-teman, dapat hadiah dari sang pacar, memenangkan undian give away, atau hal menyenangkan lainnya.

 

Hidup akan terus menerus berjalan. Di manapun, kapanpun, dan bagaimanapun memang memerlukan dua sisi yang saling berimbang. Dua sisi yang akhirnya saling mengisi untuk menguatkan hati.  Kalau kau tak ingin kecewa akan hidupmu sendiri atau kau menganggap bahwa dalam hidup butuh kebahagiaan, maka genggamlah apa yang kamu punya sekarang, jangan bandingkan dirimu dengan yang lain karena kamu benar-benar sempurna dengan dirimu yang apa adanya, dan tetaplah memandang semua hal dari dua sisi yang berbeda.

Jika kamu masih memandang seseorang yang lulus kuliahnya lama disebabkan suatu kemalasan, kebodohan, atau tidak punya prinsip, fiks kamu masih dungu memaknai perjalan hidup orang tersbut. Itulah alasan mengapa hatimu masih saja mengutuk pengalaman kelam pribadi yang telah kau buat sendiri.  Padahal, setiap orang memiliki tujuan hidupnya masing-masing. Tentu antara satu dengan yang lain berbeda.

Pernahkah kamu berfikir darimana sebuah makna ketenangan? Bukankah makna ketenangan dapat ditemukan melalui kepanikan? Makna kerinduan dapat ditemukan melalui kehilangan. Makna kedamaian dapat ditemukan melalui kemarahan. Makna kasih sayang dapat ditemukan melalui kebencian, dan makna penyesalan dapat ditemukan setelah keegoisan.

Lalu, apa lagi yang perlu disesalkan dengan adanya pengalaman yang kelam? Ya, begitulah manusia. Terkadang sering lupa bahwa menuju pendewasaan harus siap melalui proses di luar dugaan.

Kita lebih sering berfikir seandainya daripada kelanjutannya. Seandainya aku begini mungkin sekarang aku akan begitu. Jika seandainya aku tidak begitu, mungkin akhirnya tidak akan begini. Jika seandainya aku, jika seandainya, jika, dan  jika. Hingga akhirnya andai-andai itu membuat manusia lupa bahwa alur hidup dan pengalaman adalah guru yang paling berharga sebagai sarana memperbaiki diri. 

Tidak ada pengalaman menyedihkan yang sia-sia. Tidak ada penyesalan yang tidak berguna. Tidak ada kekecewaan yang tidak bermakna. Semua memang sudah berjalan sesuai alur-Nya. Ya, Tuhan memang selucu ini untuk memberi kejutan. Dimulai dari ketidaknyamanan, kegelisahan, kepanikan, dan kesedihan, perlahan sinar kebahagiaan akan menyambut hati dengan pasti. So, sambutlah sinar kebahagiaan itu dengan terus bergerak melakukan pergerakan hingga akhirnya mampu menggerakkan hati untuk menumbuhkan kualitas diri.(*)

 

Artikel ditulis oleh:

Intan Lutviana Wulandari, seorang perempuan asal Kota Jati kelahiran 30 Agustus 2001. Baginya hidup itu proses penyembuhan dan organisasi adalah sarana pemulihan.


Selasa, 19 Januari 2021

IMAM DAN ADHA, BERKARNYA MELALUI NADA

Foto: Achmad Shokhibul Imam dan Robi’atul ‘Adawiyyah, dua sosok dibalik terciptanya lagu Mars KHD


Lirik lagu Mars KHD:


Demi kejayaan Indonesia, 

Kami PMIl Ki Hadjar Dewantara 

Komisariat Sunan Muria 


Ing ngarso sung tulodho 

Ing madyo mangun karso 

Tut wuri handayani, motto kita 


Salam Pergerakan adalah salam kta 

Tangan terkepal dan maju ke muka

Selalu mengayomi dan siap mengabdi 

Demi kejayaan Indonesia 


Bukan sekadar mimpi 

Mari tunjukkan aksi 

Demi tanah air kita tercinta 


Pewaris peradaban 

Pemimpin di masa depan 

Agen dari sebuah perubahan 


Salam Pergerakan adalah salam kita 

Tangan terkepal dan maju ke muka 

Bergandengan tangan mari kita bergerak 

Demi kejayaan Indonesia

Demi kejayaan Indonesia



Satu pencapaian menarik dilakukan oleh Kader Rayon KHD. Imam dan Adha, berhasil menciptakan sebuah lagu yang didedikasikan untuk PMII Rayon KHD. 


Keberhasilan tersebut juga tidak luput dari bantuan dan dukungan sahabat sahabati yang lain. Bersamaan dengan kegiatan kelas desain dan videografi, lagu berjudul Mars KHD tersebut diluncurkan (17/1). 


Lagu tersebut sebenarnya sudah lama dibuat. Namun, Imam kurang percaya diri dengan lirik yang ada. Berkat motivasi Sahabat Dika, Ketua PMII Rayon KHD, beserta Sahabati Adha, dan teman-teman lain lagu tersebut berhasil dibuat. 


Lagu tersebut dibuat berdasar latar belakang nama besar Ki Hadjar Dewantara yang menjadi identitas Rayon. Dari sana, Imam melihat visi Ki Hajar "Ing ngarso sung tulodho" sebagai harapan besar, yang kemudian memasukkannya ke dalam lirik lagu. 


Selain itu, unsur pendidikan yang begitu melekat mengharuskan sahabat sahabati PMII Rayon KHD untuk berjuang dalam bidang pendidikan. Entah pada nantinya menjadi pendidik atau yang lainnya. Hal itu harus diwujudkan dengan aksi nyata berbakti untuk negeri. 


Imam juga mengungkapkan, tidak menutup kemungkinan bagi pihak selain internal PMII. Dengan kata lain mengajak seluruh pihak untuk berjuang bersama dan saling membantu. Pasalnya, dengan begitu  mimpi yang dicita-citakan dalam pendidikan akan lebih mudah diwujudkan, selama pihak tersebut memiliki prinsip-prinsip yang sama dan tidak bertentangan.


Senada dengan Imam, Adha mengungkapkan bahwa PMII merupakan organisasi pergerakan Mahasiswa yang akan dapat bergerak bila seluruh anggotanya bergandeng tangan. Saling mendukung satu sama lain, serta sama rasa. 


Mahasiswa merupakan kaum intelektual, oleh karena itu mereka harus mampu membangun bangsanya dengan melakukan aksi nyata. Tidak hanya sekedar pandai berkomentar namun tidak berani beraksi. Mereka adalah penerus bangsa yang nantinya akan menjadi pemimpin. 


Video pembawaan lagu dalam acara launching bisa disaksikan melalui Link:

https://www.instagram.com/tv/CKIvJGhAZHg/?igshid=rsqe4z438pir 


(Eka/Lentera)