Rabu, 13 Januari 2021

WAJAH BARU ATAU WAJAH BURAM PENDIDIKAN NEGERI INI?

 


Foto: Istimewa

Akhir tahun 2019 kita diberikan harapan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang baru, Nadiem Makarim. Sebuah gagasan yang menurut saya akan menjadi awal dari majunya pendidikan di Negara kita. Konsep merdeka belajar yang di gagas oleh Mas Menteri (sapaan akrab Nadiem) sebagai harapan baru dalam dunia pendidikan kita.

Di dalam dunia perkuliahan, Mas Menteri juga memberikan gebrakan baru dengan gagasanya yang di rangkum  dalam kampus merdeka. Mungkin banyak perspektif dalam mengartikan arti merdeka ini. Beragam opini turut muncul dan berkembang di dalam dunia perkuliahan sendiri.

Akan tetapi ada satu hal yang tidak bisa dipungkiri. Sistem pendidikan di kampus yang diterapkan di negeri ini merupakan sistem pendidikan doktrinasi. Mahasiswa diberikan pemahaman untuk diterima seutuhnya, bukan untuk dikaji dan mencari kebenaran akan hal itu.

Dengan sistem pendidikan seperti itu, maka tidak bisa di pungkiri bahwa pemikiran-pemikiran kritis yang harusnya dimiliki oleh mahasiswa kini secara perlahan diberi racun yang mematikan. Tujuannya tidak lain agar pemikiran-pemikiran kritis mahasiswa mati secara perlahan.

Mungkin banyak teman-teman mahasiswa yang kurang menyadari problematika tersebut. Seharusnya di dalam dunia perkulihan, antara dosen dan mahasiswa layaknya teman yang saling melempar gagasan guna menambah wawasan, utamanya dari mahasiswa itu sendiri. Akan tetapi selama saya berkuliah saya merasa kembali ke bangku sekolah, dimana kita seakan dipaksa menjadi pendengar yang baik dalam perkuliahan.

Selain itu, ruang-ruang proses perkuliahan yang seharusnya kita bisa explore guna menujang pemikiran-pemikiran kritis, kini seakan dikubur sedikit demi sedikit. Pemuda bergelar mahasiswa dulunya dianggap orang yang mempunyai intelektual tinggi , daya nalar krititis yang luar biasa, dan gerakan secara massif. Namun kiranya kurang pantas jika gelar tersebut masih diberikan kepada pemuda generasi sekarang.

Maka dari itu, jangan salahkan jika mahasiswa yang dulunya dikenal dengan julukan agent of change, agent of control maupun iron stock, kini hilang semua tanpa membekas. Hal tersebut berkaitan dengan sistem dari hulu sampai hilir yang tidak pernah berpihak kepada nalar kritis mahasiswa. Ditambah pula dengan karakter mahasiswa di era sekarang yang kuliah hanya untuk mendapatkan gelar kehormatan. Sama seperti orang-orang yang dianggap penting di ngeri ini, mereka beranggapan dengan gelar yang mereka peroleh bisa menunjang kehidupanya di kemudian waktu.

Jangan salah jika marwah mahasiswa di era sekarang dipertanyakan. Apakah marwah sebagai mahasiswa yang dulu di agungkan kini masih ada? Mahasiswa yang duluya berdiskusi dan baca buku merupakan kebutuhan wajib, kini sudah disibukkan dengan berbagai sosial media yang dituntut selalu eksis di dalamnya.

Jika banyak pepatah yang bilang kemajuan bangsa ini ditentukan para pemuda, maka kehancuran bangsa ini juga ditentukan para pemudanya.(*)


Artikel ditulis oleh:

Sholikin Muhammad, kader PMII Komisariat Sunan Muria. Di tengah hobinya yang tidak menentu, memilih menyibukkan diri dengan ngopi. Menjunjung motto hidup "Budayakan membahas apapun itu, walaupun hanya dalam pemikiran". 

 

 

 

0 comments:

Posting Komentar