Rabu, 20 Januari 2021

KOMPROMI KEDUA SISI

 

Ilustrasi Foto: Google
Sumber: https://id.pinterest.com/pin/846465692447010684/

Sekarang ini, kalau aku ditanya apa yang paling berharga dalam hidupku, dengan tidak ragu-ragu aku akan menjawab pengalaman. Tentu saja yang dimaksud pengalaman bukan hanya perihal liburan ke tempat yang lagi hits (Lagi trend atau banyak diketahui masyarakat umum) bersama teman-teman, dapat hadiah dari sang pacar, memenangkan undian give away, atau hal menyenangkan lainnya.

 

Hidup akan terus menerus berjalan. Di manapun, kapanpun, dan bagaimanapun memang memerlukan dua sisi yang saling berimbang. Dua sisi yang akhirnya saling mengisi untuk menguatkan hati.  Kalau kau tak ingin kecewa akan hidupmu sendiri atau kau menganggap bahwa dalam hidup butuh kebahagiaan, maka genggamlah apa yang kamu punya sekarang, jangan bandingkan dirimu dengan yang lain karena kamu benar-benar sempurna dengan dirimu yang apa adanya, dan tetaplah memandang semua hal dari dua sisi yang berbeda.

Jika kamu masih memandang seseorang yang lulus kuliahnya lama disebabkan suatu kemalasan, kebodohan, atau tidak punya prinsip, fiks kamu masih dungu memaknai perjalan hidup orang tersbut. Itulah alasan mengapa hatimu masih saja mengutuk pengalaman kelam pribadi yang telah kau buat sendiri.  Padahal, setiap orang memiliki tujuan hidupnya masing-masing. Tentu antara satu dengan yang lain berbeda.

Pernahkah kamu berfikir darimana sebuah makna ketenangan? Bukankah makna ketenangan dapat ditemukan melalui kepanikan? Makna kerinduan dapat ditemukan melalui kehilangan. Makna kedamaian dapat ditemukan melalui kemarahan. Makna kasih sayang dapat ditemukan melalui kebencian, dan makna penyesalan dapat ditemukan setelah keegoisan.

Lalu, apa lagi yang perlu disesalkan dengan adanya pengalaman yang kelam? Ya, begitulah manusia. Terkadang sering lupa bahwa menuju pendewasaan harus siap melalui proses di luar dugaan.

Kita lebih sering berfikir seandainya daripada kelanjutannya. Seandainya aku begini mungkin sekarang aku akan begitu. Jika seandainya aku tidak begitu, mungkin akhirnya tidak akan begini. Jika seandainya aku, jika seandainya, jika, dan  jika. Hingga akhirnya andai-andai itu membuat manusia lupa bahwa alur hidup dan pengalaman adalah guru yang paling berharga sebagai sarana memperbaiki diri. 

Tidak ada pengalaman menyedihkan yang sia-sia. Tidak ada penyesalan yang tidak berguna. Tidak ada kekecewaan yang tidak bermakna. Semua memang sudah berjalan sesuai alur-Nya. Ya, Tuhan memang selucu ini untuk memberi kejutan. Dimulai dari ketidaknyamanan, kegelisahan, kepanikan, dan kesedihan, perlahan sinar kebahagiaan akan menyambut hati dengan pasti. So, sambutlah sinar kebahagiaan itu dengan terus bergerak melakukan pergerakan hingga akhirnya mampu menggerakkan hati untuk menumbuhkan kualitas diri.(*)

 

Artikel ditulis oleh:

Intan Lutviana Wulandari, seorang perempuan asal Kota Jati kelahiran 30 Agustus 2001. Baginya hidup itu proses penyembuhan dan organisasi adalah sarana pemulihan.


0 comments:

Posting Komentar