Sumber: https://id.pinterest.com/pin/846465692447010684/ |
Sekarang ini, kalau aku ditanya apa yang paling berharga dalam hidupku, dengan tidak ragu-ragu aku akan menjawab pengalaman. Tentu saja yang dimaksud pengalaman bukan hanya perihal liburan ke tempat yang lagi hits (Lagi trend atau banyak diketahui masyarakat umum) bersama teman-teman, dapat hadiah dari sang pacar, memenangkan undian give away, atau hal menyenangkan lainnya.
Hidup akan terus menerus berjalan. Di manapun, kapanpun, dan bagaimanapun memang memerlukan dua sisi yang saling berimbang. Dua sisi yang akhirnya saling mengisi untuk menguatkan hati. Kalau kau tak ingin kecewa akan hidupmu
sendiri atau kau menganggap bahwa dalam hidup butuh kebahagiaan, maka
genggamlah apa yang kamu punya sekarang, jangan bandingkan dirimu dengan yang
lain karena kamu benar-benar sempurna dengan dirimu yang apa adanya, dan
tetaplah memandang semua hal dari dua sisi yang berbeda.
Jika kamu masih
memandang seseorang yang lulus kuliahnya lama disebabkan suatu kemalasan,
kebodohan, atau tidak punya prinsip, fiks kamu masih dungu memaknai perjalan hidup orang tersbut. Itulah alasan mengapa hatimu masih saja mengutuk pengalaman kelam pribadi yang
telah kau buat sendiri. Padahal, setiap orang memiliki tujuan hidupnya
masing-masing. Tentu antara satu dengan yang lain berbeda.
Pernahkah kamu
berfikir darimana sebuah makna ketenangan? Bukankah makna ketenangan dapat
ditemukan melalui kepanikan? Makna kerinduan dapat ditemukan melalui kehilangan. Makna kedamaian dapat ditemukan melalui kemarahan. Makna kasih sayang dapat ditemukan melalui kebencian, dan makna
penyesalan dapat ditemukan setelah keegoisan.
Lalu, apa lagi yang perlu disesalkan dengan adanya pengalaman yang kelam?
Ya, begitulah manusia. Terkadang
sering lupa bahwa menuju pendewasaan harus siap melalui proses di luar
dugaan.
Kita lebih sering berfikir seandainya daripada kelanjutannya.
Seandainya aku begini mungkin sekarang aku akan begitu. Jika seandainya aku tidak begitu,
mungkin akhirnya tidak akan begini. Jika seandainya
aku…, jika seandainya, jika, dan
jika. Hingga akhirnya andai-andai itu membuat manusia lupa bahwa alur
hidup dan pengalaman adalah guru yang paling berharga sebagai sarana
memperbaiki diri.
Tidak ada
pengalaman menyedihkan yang sia-sia. Tidak ada
penyesalan yang tidak berguna. Tidak
ada kekecewaan yang tidak bermakna. Semua memang sudah berjalan sesuai alur-Nya. Ya, Tuhan memang selucu ini untuk memberi kejutan. Dimulai dari
ketidaknyamanan, kegelisahan, kepanikan, dan kesedihan,
perlahan sinar kebahagiaan akan menyambut hati dengan pasti. So, sambutlah sinar kebahagiaan itu
dengan terus bergerak melakukan pergerakan hingga akhirnya mampu menggerakkan
hati untuk menumbuhkan kualitas diri.(*)
Artikel ditulis oleh:
Intan Lutviana Wulandari, seorang perempuan asal Kota Jati kelahiran 30 Agustus 2001. Baginya hidup itu proses penyembuhan dan
organisasi adalah sarana pemulihan.
0 comments:
Posting Komentar